Sus, kita memetik kesakitan.
Aku menemui dunia sendiri, sayang.
Kapan kau datang di seribu malam mengitariku senang.
Serangkaian alasan membuatmu mampu berkuasa
berkata-kata
hingga aku merasa dunia
menjebakku terus-menerus.
Mata jejak jiwa pun lumpuh.
Ajal tiba lebih dulu sebelum saatnya.
Terangnya aku suka berkhayal
suka hidup duka seatap.
Lalu apa kini peduli kita.
Kau hilang maka aku tertawa kering sendiri
Sulitnya membawa harap yang cuma tinggal sepotong.
Aku menemui dunia lagi, sendiri, sayang.
Mungkin aku telah banyak kehilangan kejujuran.
Dengungannya kerap masih terdengar.
Sekiranya mimpi-mimpi kita pun lalu menjadi
aku selalu terlihat lamban dan dungu dihadapanmu.
Lalu kerjamu memaki kesal dan jadi pemarah.
Sekiranya mimpi kita tak juga jadi nyata
rasa penasaran yang dibawa mati jadi
lawakan tak lucu!
Tak jadi bernafas lega untuk hidup diselanjutnya.
Lalu?
"Kita akan selalu mengulang mimpi kita dari pertama."
Entah dengan siapa.
Tidak perlu khawatir kehilangan
segala asa.
Hanya saja kita menanggung mulut berbusa
ditipu mimpi.
Aku menemui dunia lagi, di hari ini, sendiri, sayang.
Jangan salahkan siapa-siapa.
Kurasa kini kau tahu,
dunia yang kita bangun memang kejam.
(Dari Kumpulan "Introducing Irony - Collected Poems 1996 dan digubah di Oktober 16, 2008)